Perjuangan Hidup Sang TKW
By Admin
nusakini.com - R singkatan namanya, berusia di awal 30an. Sudah 12 tahun menggeluti pekerjaan sebagai TKW di Arab Saudi. R duduk di pojok dekat jendela, sementara aku di lorong. Di tengah kami duduk tenang seorang pria Afrika yang sedikitpun tidak terganggu dengan percakapan kami.
R kali ini sedang libur cuti selama sebulan, menggunakan maskapai bagus dunia Emirates, dan akan bertemu anak satu-satunya, bocah lelaki berusia 13 tahun, yang tinggal bersama sang nenek di Karawang, Jawa Barat. "Bisa cuti ya?" tanyaku penasaran. R dengan senyum cerah menjelaskan bahwa majikan ke-5 ini baik, berbeda dengan majikan-majikan sebelumnya. "Kontrak saya sebelumnya semua berusia 2 tahun, Mbak. Tapi biasanya saya putus kontrak alias tidak mau melanjutkan lagi. Semua majikan sebelumnya tidak terlalu baik. Saya bekerja sangat keras. Capek. Tapi dengan yang terakhir ini saya betah. Dia baik sekali. Tidak pernah marah ataupun menegur. Dan saat kontrak dua tahun saya berakhir, saya bersepakat dengan mereka untuk melanjutkan pekerjaan membantu mereka, " papar R.
Yang disebut "mereka" oleh R adalah pasangan suami istri muda turunan Arab Turki yang tingggal di Saudi. Pasangan ini memiliki dua anak lelaki berusia 6 dan 7 tahun. "Bandel deh anaknya. Tapi ya biasa, semua anak usia segitu memang lagi bandel-bandelnya. Namun saya betah. Tugas saya tidak banyak. Bangun pagi mengurus dua anak tersebut sampai mereka berangkat sekolah. Sesudah itu pagi saya bisa tidur lagi selama dua jam dan kemudian bangun untuk menyiapkan makanan siang untuk dua anak itu. Lalu membantu membersihkan lantai dua. Rumah majikan berlantai 3. Tapi tugas saya hanya mengurus anak majikan dan membersihkan lantai 2," lanjut R sambil mengunyah makanannya.
Majikan perempuan R sesekali pergi ke mall bersama anak-anaknya. Dan tentu saja R diajak. "Saya suka saat itu karena pasti bisa jalan refreshing dan makan yang dibayar oleh majikan. Kadang saya juga beli hal-hal yang saya suka dari gaji saya. Kalau kebutuhan saya sehari-hari, makanan, sabun, dsb, semua ditanggung majikan. Tiket pesawat saya inipun pulang pergi ditanggung mereka," kata R panjang lebar menggambarkan kebaikan hati sang majikan.
Saat ditanya berapa gajinya, R menjawab bahwa majikan membayar per bulan 2.500 riyal. Tapi ternyata selama dua tahun, setiap bulan yang diterima R hanya 1.200 riyal atau setara Rp 4,5 juta. Lebih dari 50 persen dikantongi oleh kantor agen R yang berada di Jakarta. Karena R dan majikan sepakat memperpanjang kontrak dua tahunan, R menambahkan bahwa ia akan mendapat kenaikan gaji menjadi 1.350 riyal. Tentunya, kenaikan pendapatan juga didapatkan kantor penyalur.
Aku terkesima mendengarnya dan menanyakan apakah dulu juga hal ini berlaku sama, dan diiyakan oleh R. "Memang rata-rata begitu dan umumnya TKW memang menerima sesuai dengan yang ditentukan oleh agen penyalur," ujarnya sambil tetap tersenyum. "Ya memang sudah begitu aturannya," imbuh R.
Aku penasaran menanyakan bagaimana R bisa tahu tentang pekerjaan sebagai TKW. R menjelaskan ada orang-orang tertentu bagian dari kantor penyalur yang memang datang ke daerahnya mencari mereka yang mau bekerja sebagai TKW.
"Saya perlu uang dan di kampung tidak ada pekerjaan. Saya akhirnya memutuskan untuk bekerja jadi TKW untuk membesarkan dan menyekolahkan anak dan membantu ibu saya," ujar R setengah menerawang. Beberapa tahun saat R bekerja di luar, suaminya pergi begitu saja meninggalkannya.
"Saya tidak peduli. Sekarang saya ingin konsentrasi membesarkan anak. Urusan jodoh biar Allah yang mengatur," ungkapnya menutup pembicaraan.
(Tami, catatan 18 Oktober 2019)